Bagaimana kisah perjuangan Pangeran Diponegoro yang tidak pernah merasa gentar dengan penjajahan Belanda? Berikut ini adalah kisah singkat tentang biografi dan sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro.
1. Pangeran Diponegoro Tolak Diangkat Jadi Raja
Sadar bahwa dirinya terlahir dari seorang selir, Pangeran Diponegoro menolak permintaan sang Sultan Hamengkubuwono III untuk diangkat menjadi seorang raja. Sebab, sebagaimana kebiasaan di lingkungan keluarga bangsawan, putra mahkota yang dapat dinobatkan menjadi raja hanyalah anak dari permaisuri.
Apalagi Pangeran Diponegoro memang lebih tertarik dengan kebiasaan hidup yang merakyat dan keagamaan. Dan beliau pun lebih sering memilih tinggal di Tegalrejo dari pada harus tinggal di keraton.
2. Awal Mula Terjadi Perang Diponegoro
Pangeran Diponegoro memperlihatkan sikap pemberontakan terhadap keraton pada tahun 1822. Diman saat itu kepemimpinan sedang berada di tangan Sultan Hamengkubuwono V yang masih berusia tiga tahun. Sehingga pemerintahan sehari-hari dijalankan oleh Patih Danurejo bersama dengan Residen Belanda. Pangeran Diponegoro menilai bahwa cara tersebut adalah salah. Beliau menolak sistem perwalian yang dijalankan oleh keraton.Belanda ketika itu memasang patok di tanah milik Pangeran Diponegoro yang berada di desa Tegalrejo. Hal tersebut bertujuan untuk pembangunan jalan yang diusulkan oleh Patih Danurejo yang diketahui sebagai kaki tangan Belanda.
Lalu Pangeran Diponegoro secara terbuka menentang Belanda dan secara terang-terangan melakukan penolakan pembangunan jalan tersebut. Rakyat pun mendukung tindakannya. Maka hal inilah yang menjadi awal mula terjadinya perang Diponegoro.
3. Pangeran Diponegoro Membuat Barisan Perlawanan Terhadap Belanda
Kala menyingkir dari desa Tegalrejo, Pangeran Diponegoro bersama pendukungnya lalu pergi membuat barisan perlawanan terhadap Belanda dengan tempat persembunyian di Gua Selarong. Langkah tersebut sebagaimana telah nasihatkan oleh pamannya, yaitu Pangeran Mangkubumi.Seperti dikutip dari buku Biografi Pahlawan Kusuma Bangsa karya tulisan Ria Listina, semangat perlawanan terhadap pemerintahan Belanda yang berkobar dalam diri Pangeran Diponegoro sangat berpengaruh luas. Teriakan Pangeran Diponegoro yang menamakan gerakan perlawanan ini sebagai perang sabil sangat menggelegar.
Hingga sampai pula semangat tersebut kepada salah seorang tokoh agama Surakarta yang bernama Kyai Maja atau Kyai Mojo dalam dialek orang Jawa, dan ikut bergabung bersama pasukan Gua Selarong.
Dengan keikutsertaan Kyai Maja ini tentu saja memberikan pengaruh yang sangat besar. Sebab, sosok seorang Kyai Maja mempunyai banyak pengikut dari berbagai lapisan masyarakat. Selain itu, perjuangan Pangeran Diponegoro juga didukung penuh oleh Raden Tumenggung Prawiradigdaya atau Bupati Gagatan dan Sunan Pakubuwono VI.
4. Taktik Licik Pemerintahan Belanda Untuk Menangkap Pangeran Diponegoro
Berbagai cara dilakukan oleh Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan pasukannya. Bahkan taktik sayembara pun dilakukan oleh pemerintahan Belanda kala itu. Sehingga tercetuslah sayembara yang berisi "barang siapa yang mampu menangkap atau membunuh Pangeran Diponegoro maka orang tersebut akan diberikan hadiah yang sangat besar, yaitu 20.000 gulden.Rakyat yang berada dipihak Pangeran Diponegoro tetap tidak goyah dengan tawaran tersebut. Bahkan tidak ada seorang pun yang bersedia mengungkap keberadaan Pangeran Diponegoro. Karena dinilai cara tersebut tidak berhasil, maka pada 28 Maret 1830, Belanda mengambil cara licik dengan mengundang Pangeran Diponegoro datang ke Magelang untuk berunding.
Ketika itu, Belanda memberi jaminan apabila tidak ada kesepakatan, maka Pangeran Diponegoro dapat kembali ke tempatnya dengan aman. Karena memiliki pribadi yang jujur dan berhati bersih, maka Pangeran Diponegoro setuju dengan tawaran dari Belanda. Namun sayang, undangan tersebut ternyata hanyalah tipu muslihat Belanda untuk menangkapnya.
5. Pangeran Diponegoro Dibuang Ke Manado Dan Meninggal Di Makassar
Setelah Belanda berhasil menangkapnya, pada tanggal 20 April 1830, Pangeran Diponegoro dibuang ke Manado. Beliau tidak sendirian, Pangeran Diponegoro dibuang di pengasingan bersama dengan Raden Ayu Retnaningsih, Tumenggung Diposoni dan istri, serta para pengikut setianya. Pangeran Diponegoro berlayar dengan menggunakan kapal Pollux.Setelah sampai, Pangeran Diponegoro bersama pengikutannya langsung ditawan di Benteng Amstrerdam. Kemudian Pangeran Diponegoro kembali dipindahkan oleh pemerintahan Belanda ke daerah Makassar. Selama 25 tahun Pangeran Diponegoro hidup di Benteng Rotterdam, Makassar. Hingga tanggal 8 Januari 1855, Pangeran Diponegoro meninggal dan dimakamkan di kota pengasingan terakhirnya itu.
Posting Komentar
Komentar yang Anda berikan dimoderasi. Jika sesuai dengan ketentuan, maka akan segera muncul.
Silahkan berkomentar dengan bahasa yang baik dan santun serta tidak melakukan spamming.