Mengomentari begitu banyak surat yang ia terima sejak tanggal 11 Mei 2020 hingga 17 Mei 2020, Menteri Nadiem mengungkapkan, bahwa terdapat hikmah yang dapat diambil dari masa krisis Covid-19. Suatu bencana baik kesehatan, bencana ekonomi, bencana pendidikan, kata dia, selalu ada hikmahnya. “Jangan sampai kita keluar dari krisis ini tanpa membawa bekal dan hikmah. Kesulitan adalah akar pembelajaran yang penting,” katanya dalam Acara Cerita Inspiratif Guru dan Murid bersama Mendikbud Nadiem Makarim yang disiarkan secara live melalui channel Youtube Kemendikbud.
Dari ribuan surat yang telah masuk ke Kemendikbud, diambil sedikitnya lima surat terpilih dan dibacakan langsung oleh Bapak Mendikbud. Dua surat ditulis oleh guru, tiga lagi berasal dari para siswa. Adapun dua guru yang suratnya terpilih mengutarakan rasa senangnya karena tidak menyangka surat mereka akan dibacakan sekaligus bisa berbincang langsung dengan ‘Mas Menteri’. “Saya senang karena bisa bicara langsung dengan Mas Menteri,” ungkap Maria Yosephina Morukh, Guru SD Kristen Kaenbaun, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.
Ia berkisah bahwa kondisi wilayah yang berada di daerah pedalaman serta sarana pembelajaran yang minim membuatnya harus melakukan kunjungan ke rumah-rumah agar para peserta didik tetap memperoleh pembelajaran. “Jaringan internet dan siaran televisi di wilayah kami sulit dijangkau, orang tua siswa juga kebanyakan tidak memiliki HP Android sehingga saya rutin mengunjungi siswa secara bergiliran,” jelas Maria yang menggunakan motor kala berkunjung ke rumah muridnya.
Setiap hari Maria mengunjungi lima rumah siswa untuk memberi tugas kepada mereka. Maria merasakan semangat yang besar dari siswanya dalam mengerjakan tugas yang ia berikan. “Sambil berkunjung saya ingatkan anak-anak untuk menjaga kebersihan cuci tangan dan memakai masker jika hendak keluar rumah,” Maria menejelaskan.
Oleh karena itu, Maria sangat berharap agar pemerintah dapat memberi perhatian kepada sekolahnya supaya kualitas pembelajaran dapat lebih ditingkatkan. Di masa sekarang ini, kata Maria, orang tua selalu berupaya untuk mendukung pembelajaran. Namun karena keterbatasan ekonomi dan orang tua yang tidak memiliki HP Android, sehingga sulit dalam berkomunikasi. “Mohon perhatikan sekolah saya, fasilitasnya agar diperhatikan,” harap Maria.
Kondisi lebih beruntung dirasakan oleh guru lain yaitu Santi, seorang guru di SMP Islam Baitul Izzah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Ia menjelaskan, bahwa wilayah dan fasilitas pembelajaran lebih mudah diakses, tantangan justru datang dari budaya pembelajaran. “Biasanya guru mengajar hanya berpedoman pada buku pegangan guru, namun sekarang kita ‘dipaksa’ belajar memanfaatkan teknologi untuk melakukan pembelajaran secara dalam jaringan (daring),” jelas Santi.
Santi mengaku senang dengan adanya kebijakan Merdeka Belajar Kemendikbud. Ia mendukung perubahan di dunia pendidikan dalam menciptakan metode pembelajaran yang lebih menarik untuk memotivasi siswa belajar. “Kebetuan saya mengajar Bahasa Inggris. Dalam proses pembelajaran, saya gunakan google meskipun belajar tapi seperti tidak sedang belajar,” ungkap Santi penuh semangat.
Pembelajaran jarak jauh memberi kesempatan kepada kita semua untuk memupuk empati, quality time bersama keluarga dan juga mengasah sisi humanisme. Santi melihat bahwa orang tua menjadi paham tentang bagaimana sulitnya mengajar anak-anak. Di sisi lain, orang tua dan anak dapat mendekatkan diri satu sama lain dengan banyaknya kegiatan yang dilakukan bersama-sama di rumah. “Selain itu, ada rasa syukur dalam hati saya ketika mendengar anak-anak kangen berkumpul dengan teman-teman dan gurunya di sekolah. Artinya anak-anak memahami bahwa sebagai makhluk sosial, interaksi secara langsung adalah sebuah kebutuhan,” ujar Santi.
Kepada Mendikbud, Santi berpesan agar kualitas tenaga pendidik, pengembangan teknologi dan juga penguasaan bahasa asing terutama Bahasa Inggris terus ditingkatkan, sebab menurutnya ketiga hal tersebut merupakan modal yang harus dimiliki oelh siswa dalam menghadapi perkembangan zaman.
“Penguasaan Bahasa Inggris sejak dini diperlukan untuk dapat mengakses informasi, mencari ilmu di banyak website berbahasa Inggris. Dengan menguasainya (Bahasa Inggris) mereka tidak akan terdikriminasi karena masalah bahasa. Kita ingin membawa Indonesia ke era ekonomi digital tapi berbanding terbalik dengan kualitas guru-guru saat ini. Padahal pemikiran kritis peserta didik harus diimbangi dengan kapabilitas guru-gurunya. Guru adalah penjual mimpi, kita didik siswa dengan kedisiplinan, tanggung jawab dan kerja keras untuk berhasil menggapai mimpi mereka,” pungkas Santi.
Kepada Santi dan Maria, Mendikbud mengungkapkan rasa bangganya karena mereka adalah potret tenaga pendidik yang tetap bersemangat menjalankan roda pendidikan meskipun di tengah pandemi. “Saya tidak harus melakukan satu asesmen untuk mengetahui (kinerja) Ibu Maria dan Bu santi. Dari jawabannya, dari visinya, passion-nya adalah guru penggerak. Andalah yang kita butuhkan bagi negara kita,” pungkas Mendikbud.
Posting Komentar
Komentar yang Anda berikan dimoderasi. Jika sesuai dengan ketentuan, maka akan segera muncul.
Silahkan berkomentar dengan bahasa yang baik dan santun serta tidak melakukan spamming.