Niat merupakan asas yang sangat mendasar bagi suatu ibadah dalam Islam. Sebab, baik atau buruk dan sah atau tidak sahnya suatu amalan atau ibadah akan mengikuti pada niatnya. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Innamal a’maalu binniyaat, wa innamaa likullimri´in maa nawa
Artinya: "Sesungguhnya setiap perbuatan itu harus diawali dengan niat, dan sesungguhnya setiap perbuatan bergantung pada yang diniatkan." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam setiap pelaksaan ibadah, niat selalu berada pada posisi yang diutamakan. Karena landasan dari niat itu sendiri adalah menyengaja melaksanakan suatu ibadah yang dilakukan bersamaan dengan bagian awal pada pelaksanaan ibadah tersebut, dalam hal ini dapat diumpamakan adalah shalat.
Niat pada pelaksanaan shalat dilakukan bersamaan dengan takbiratul ihram, karena takbiratul ihram merupakan bagian awal dari pelaksanaan shalat.
Maksudnya adalah, seseorang yang akan melaksanakan shalat ketika melakukan takbiratul ihram dalam hatinya diharuskan menyengaja atau menentukan shalat apa yang akan dilaksanakannya tersebut. Sebab tempatnya niat itu berada di dalam hati, sedangkan melafalkan niat itu sunnah hukumnya.
Hal ini juga berlaku pada setiap awal melaksanakan ibadah yang lainnya, yakni harus diawali dengan niat di dalam hati. Seperti dalam wudlu misalnya. Pelaksanaan niat dalam berwudlu harus bersamaan dengan bagian awal pada fardlu wudlu, yaitu ketika membasuh muka.
Maka ketika membasuh muka, di dalam hatinya harus beri’tikad dan menentukan bahwa kita berwudlu atas dasar untuk beribadah kepada Allah Swt.
Dalam kehidupan sehari-hari, niat yang benar dapat berpengaruh pada suatu perkara mubah menjadi amalan ibadah.
Misalnya, orang yang makan berniat agar dapat memperoleh kekuatan untuk melakukan amalan ibadah, dan seseorang yang beristirahat setelah seharian bekerja lalu ia berniat tidur lebih cepat agar di esok hari tidak bangun kesiangan sehingga dapat melaksanakan shalat shubuh tepat pada waktunya.
Maka dalam syariat Islam, niat seperti itu memiliki nilai ibadah dan pahala.
Namun konsekuensi dari niat itu sendiri adalah harus melaksanakannya dengan amalan yang nyata, contohnya yaitu orang yang sedang menuntut ilmu dan komitmen di dalamnya, maka niatnya tersebut adalah bagaimana mendapatkan ilmu yang ia pelajari sembari mengamalkan dan memahaminya. Apabila tidak melaksanakan hal itu dengan kerja nyata dan penuh keseriusan, maka niat menuntut ilmu tersebut menjadi sia-sia belaka.
Dan juga perilaku lainnya dapat disandarkan dengan niat mengharap ridlo dari Allah. Akan tetapi, ketika ada kesempatan untuk melakukan niat tersebut namun ia tidak menjalankannya, maka niatnya itu sama sekali tidak memiliki dampak apapun.
Karena pada dasarnya, niat tersebut tidak akan berpengaruh dengan bentuk kemaksiatan apapun. Sebagaimana sesuatu yang suci tidak akan pernah dapat dipengaruhi oleh sesuatu yang najis, dan sesuatu yang baik tidak akan pernah dapat dipengaruhi oleh sesuatu yang buruk.
Artinya, niat seseorang tidak dapat dikategorikan sebagai ibadah jika niatnya tersebut tidak disertai dengan kesungguhan akan melakukannya.
Apakah sobat semua sudah mengerti tentang konsep niat dalam pelaksanaan ibadah menurut Islam yang telah kita bahas barusan? Apabila belum mengerti sepenuhnya, maka Guru Abata sarankan untuk membaca ulang, karena kepahaman tidak selalu datang dalam sekali pembacaan.
Akan tetapi ketidakpahaman sobat dapat ditanyakan pada kolom komentar. Maka Guru Abata akan bertanya kembali, apa yang tidak Anda pahami dalam artikel konsep niat dalam pelaksanaan ibadah menurut Islam ini?
Posting Komentar
Komentar yang Anda berikan dimoderasi. Jika sesuai dengan ketentuan, maka akan segera muncul.
Silahkan berkomentar dengan bahasa yang baik dan santun serta tidak melakukan spamming.